Hari ini kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya original soundtrack
atau yang lebih mudah disebut soundtrack, atau malah sekedar OST.
Soundtrack yang biasa dikenal orang dapat berupa lagu atau
instrument/music score yang mendampingi sebuah film/tayangan tv. Bisa
juga soundtrack adalah lagu opening atau ending suatu serial televisi.
Acapkali kehadiran soundtrack tidak hanya sekedar mendompleng
tayangan. Malah sebaliknya, soundtrack yang baik dapat meningkatkan
kesan dari sebuah tayangan. Sebagai contohnya lagu “My Heart Will Go On”-nya Celine Dion yang menjadi soundtrack film Titanic.
Film Titanic-nya sendiri memang sudah menarik. Tapi dengan adanya lagu
dari Celine Dion tersebut, yang memiliki nada yang memikat, serta lirik
yang sesuai dengan nilai rasa film, maka soundtrack ini semakin membuat
kesan pada masyarakat.
Selain film atau tayangan televisi, sejumlah buku pun memiliki
soundtrack, meskipun tidak umum. Gwe, yang selain menulis juga menyukai
musik dan lagu, memandang pentingnya keberadaan soundtrack ini.
Soundtrack dapat
mengiringi kesan orang dari sebuah cerita. Bukan berarti kalau pas baca
buku, orang harus mendengarkan soundtracknya. Tapi bilamana sebuah
cerita memiliki lagu dengan tema/lirik yang seiring, tentunya kesan
diantara keduanya bakal lebih terasa kompaknya.
Dengan adanya ide ini, Gwe jadi kepengin agar buku “Boedjang Lapoek Mentjari Tjinta” punya soundtrack.
Awalnya sih Gwe pengin maen musik dan nyanyi sendiri. Tapi berhubung
suara Gwe beda tipis ama teriakan beruang kutub, dan les Keyboard juga
baru setahun, maka solusi yang bisa Gwe ambil adalah mengajak
artis/musisi untuk menyumbangkan lagu karyanya sebagai pendamping alias
soundtrack buku Gwe. Prosesnya sih sebenarnya nggak sengaja. Guru
keyboard Gwe kebetulan sedang menangani seorang artis remaja berbakat
yang memilih jalur music jazz, namanya “Ditho Brachmantio”.
Gwe coba denger lagu-lagunya Ditho, yang ternyata menarik, dan akhirnya
memutuskan bahwa buku Gwe menemukan jodohnya. Di sini Gwe coba
mengawinkan buku Gwe, yang berupa kumpulan cerita dewasa dengan cita
rasa anak muda, dengan lagu-lagu dari penyanyi remaja, dengan cita rasa
musik jazz yang dewasa. Maka Gwe tawarkanlah kerjasama untuk
mendampingkan buku dan album lagu ini. Setelah berkonsultasi dengan
produser sang artis, Guru Gwe yang juga tergabung dalam management Ditho
menyatakan persetujuannya.
Pada prinsipnya, album perdana “Ditho Brachmantio” yang berjudul “Berikan Aku Waktu” ini
dijual secara mandiri, terpisah dari buku “Boedjang Lapoek Mentjari
Tjinta”. Kalau kalian berkesempatan untuk membeli, coba dengarkan lagu
Ditho feat. Dian Prama Putra berjudul “Keraguan” seraya membaca
“Boedjang Lapoek Mentjari Tjinta”. Ada keserasian tema di situ, yaitu
tentang keragu-raguan seseorang untuk menyatakan cintanya. Lagu-lagu
Ditho yang lain pun juga menarik. Dengan suara remajanya yang
cenderung agak berat, namun enak didengerin, dibalut alunan music Jazz,
terdapat total 10 (sepuluh) lagu dalam album ini. Selain “Keraguan”,
judul yang lain adalah “Melayang”, “Biarkan Rasa Ini”, “Andai Saat Yang
Indah Kembali”, “Berikan Aku Waktu, “Khayalanku”, “Jeratmu”, “Ratu Dalam
Mimpi”, “Jendela Waktu”, Tepis Ragu Itu”. Coba deh dengerin dan
nikmatin, seperti halnya Gwe
Download sample lagu “Keraguan” disini:
Silakan tonton/download Video Clip “Berikan Aku Waktu” di:
Download RBT, i-ring nada tunggu lagu-lagu Ditho:
Untuk lebih mengenal Ditho dan informasi event, silakan kunjungi alamat FaceBook-nya di:
Follow Twitternya Ditho di:
No comments:
Post a Comment